PEKANBARU — Tekanan masyarakat akhirnya membuahkan hasil. DPRD Kota Pekanbaru secara resmi merekomendasikan pembatalan Peraturan Wali Kota (Perwako) Pekanbaru Nomor 48 Tahun 2025 yang selama ini memicu kegaduhan dan perlawanan terbuka dari RT/RW serta tokoh masyarakat di seluruh penjuru kota.
Rekomendasi tersebut merupakan puncak dari gelombang penolakan publik yang menguat sejak Perwako itu diterbitkan, karena dinilai cacat secara substansi, menabrak prinsip demokrasi, serta mengancam kedaulatan warga di tingkat lingkungan.
Keputusan DPRD ini diambil usai audiensi lintas fraksi bersama tokoh masyarakat dan Forum RT/RW se-Kota Pekanbaru yang digelar di Ruang Rapat Paripurna DPRD Pekanbaru, Kamis (18/12/2025). Dalam forum tersebut, penolakan disuarakan secara tegas dan terbuka.
Tak main-main, surat rekomendasi pembatalan Perwako telah dilayangkan DPRD Kota Pekanbaru kepada Pemerintah Kota Pekanbaru, dengan tembusan langsung ke Gubernur Riau dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menandakan bahwa persoalan ini telah naik kelas menjadi isu tata kelola pemerintahan dan demokrasi lokal.
Ketua Bapemperda DPRD Kota Pekanbaru, Faisal Islami, SH, MKn, menegaskan bahwa langkah DPRD adalah bentuk koreksi keras terhadap kebijakan yang lahir dari kesalahan sistemik.
“DPRD sudah menepati janjinya kepada masyarakat. Sekarang perjuangan ini harus dikawal bersama. Ini bukan soal politik, ini soal kesalahan sebuah sistem yang tidak boleh dibiarkan,” tegas Faisal Islami.
Politisi Partai NasDem itu juga secara terbuka menantang moral politik Pemerintah Kota Pekanbaru untuk tidak menutup mata terhadap suara rakyat.
“Kami berharap Pemko Pekanbaru membuka hati dan akal sehatnya untuk menindaklanjuti serta melaksanakan aspirasi masyarakat Pekanbaru,” ujarnya tegas.
Sebelumnya, Faisal Islami yang memimpin langsung audiensi tersebut menegaskan bahwa penolakan Perwako Nomor 48 Tahun 2025 bukan isapan jempol dan bukan gerakan elitis, melainkan suara riil warga di akar rumput.
“Perwako ini telah menimbulkan kegaduhan, keresahan, dan ketidakpastian hukum. Bahkan bertentangan dengan Perda Nomor 12 Tahun 2002. Dalam kondisi seperti ini, Perwako tersebut tidak layak dipertahankan dan harus dicabut,” tegasnya di hadapan forum.
DPRD menilai, jika Perwako ini tetap dipaksakan, maka legitimasi RT/RW sebagai pilar demokrasi lingkungan akan runtuh, kepercayaan publik terhadap pemerintah akan terkikis, dan konflik horizontal di tengah masyarakat berpotensi tak terelakkan.
Kini bola panas berada di tangan Pemerintah Kota Pekanbaru. Publik menanti: apakah suara rakyat akan didengar, atau kembali diabaikan?***MDn
#DPRD Kota Pekanbaru #Perwako RT RW