Jakarta — Rencana Pemerintah Negara Bagian Melaka, Malaysia, membangun jembatan raksasa sepanjang lebih dari 47 kilometer yang menghubungkan Melaka dengan Provinsi Riau, Indonesia, memantik perdebatan serius di dalam negeri Malaysia sendiri. Proyek lintas negara yang digadang-gadang akan melintasi Selat Malaka itu dinilai sarat ambisi, namun minim kepastian.
Ketua Menteri Melaka Ab Rauf Yusoh menyebut proyek tersebut sebagai langkah strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi regional. Pemerintah negara bagian bahkan telah mengalokasikan RM500.000 sebagai dana awal studi kelayakan yang dijadwalkan dimulai Januari 2026, mencakup kajian teknis, ekonomi, hingga logistik.
Namun, sejak awal, proyek ini tidak sepenuhnya disambut optimisme.
Oposisi: Melaka Tak Punya Daya Tahan Fiskal
Pemimpin oposisi Melaka, Dr. Yadzil Yaakub, secara terbuka mempertanyakan kemampuan keuangan pemerintah negara bagian untuk menanggung proyek bernilai miliaran ringgit tersebut. Ia menegaskan bahwa pendapatan tahunan Melaka sangat terbatas dan hampir seluruhnya habis untuk belanja rutin.
“Jika utang yang ada saja belum mampu diselesaikan, bagaimana pemerintah bisa meyakinkan rakyat bahwa utang baru dalam skala raksasa dapat dikelola dengan bijak?” kata Yadzil.
Ia juga menyoroti ketergantungan Melaka pada bantuan pemerintah federal di Putrajaya, bahkan untuk pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan. Dalam kondisi tekanan fiskal nasional yang meningkat, harapan bahwa pemerintah pusat akan membiayai jembatan lintas Selat Malaka dinilai tidak realistis.
Skema Swasta Dinilai Berisiko
Opsi pembiayaan melalui konsesi swasta pun tak luput dari kritik. Menurut Yadzil, proyek semacam ini hampir pasti berujung pada tarif tol tinggi, dengan tingkat penggunaan yang rendah.
Ia menambahkan bahwa wilayah Indonesia yang akan terhubung oleh jembatan tersebut bukan pusat ekonomi utama, sehingga potensi arus kendaraan dan barang diperkirakan minim.
“Jika konsesi gagal, pemerintah pada akhirnya akan dipaksa menyelamatkan proyek menggunakan dana publik. Dalam semua skenario, rakyat menjadi pihak yang paling dirugikan,” tegasnya.
Ancaman Lingkungan Selat Malaka
Selain persoalan pembiayaan, kekhawatiran juga mengarah pada dampak lingkungan. Selat Malaka merupakan salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia dan memiliki ekosistem pesisir yang rentan. Pembangunan jembatan raksasa dinilai berpotensi merusak garis pantai dan ekologi laut.
Yadzil bahkan menyinggung rekam jejak pemerintah negara bagian dalam proyek-proyek infrastruktur sebelumnya yang dinilai gagal dan menyisakan masalah jangka panjang.
Antara Simbol Konektivitas dan Taruhan Politik
Di satu sisi, jembatan Melaka Sumatra dipromosikan sebagai simbol konektivitas regional dan integrasi ekonomi lintas negara. Namun di sisi lain, proyek ini kian dilihat sebagai taruhan politik berisiko tinggi, yang berpotensi menjelma menjadi beban utang dan krisis lingkungan.
Rencana jembatan ini kini bukan hanya soal jarak yang kian dekat antara Malaysia dan Indonesia, melainkan tentang apakah ambisi besar tersebut berdiri di atas perhitungan matang atau sekadar mimpi infrastruktur yang dipaksakan.***
#Jembatan Malaka Sumatra