WARTA RAKYAT ONLINE. COM – Polemik penggunaan aset negara kembali mencuat di Riau. Aliansi Mahasiswa Perjuangan (AMP) Riau mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau segera mengusut penyalahgunaan rumah dinas di Jalan Sumatra yang kini dijadikan klinik pribadi oleh Wan Fajriatul, anak dari mantan pejabat, Wan Abu Bakar. Rumah dinas tersebut, yang seharusnya diperuntukkan untuk kepentingan resmi, kini diduga digunakan untuk kepentingan pribadi.
Koordinator AMP Riau, Firman, menyatakan bahwa penguasaan rumah dinas oleh keluarga Wan Abu Bakar telah menimbulkan keresahan publik. “Kami meminta Pemprov Riau segera memberikan klarifikasi resmi terkait status rumah dinas ini. Jangan sampai aset negara dibiarkan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab,” tegas Firman, Jumat (9/8).
Jejak Politik Kontroversial Wan Abu Bakar
Wan Abu Bakar sebelumnya diketahui sebagai pendukung Syamsuar dalam Pemilihan Gubernur Riau (Pilgubri) 2024. Namun, dukungannya dibayangi berbagai kontroversi, termasuk dugaan kampanye hitam terhadap kandidat lain dan serangan verbal terhadap pesaing Syamsuar. Meski demikian, Syamsuar akhirnya kalah dalam pemilu tersebut.
Setelah kekalahan Syamsuar, Wan Abu Bakar justru diduga mulai mendekati gubernur terpilih, Abdul Wahid. Beberapa pihak berspekulasi bahwa langkah tersebut bertujuan untuk mempertahankan jabatan anaknya, Wan Fajriatul, sebagai Direktur RSUD Arifin Ahmad. Jabatan tersebut diduga diberikan oleh Syamsuar sebagai bentuk balas budi atas dukungan politik Wan Abu Bakar.
Aset Negara Dikuasai Tanpa Dasar Hukum
Selain rumah dinas, Wan Abu Bakar disebut-sebut menikmati berbagai fasilitas lain yang disediakan Pemprov Riau selama masa jabatan Syamsuar. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar terkait transparansi pengelolaan aset negara di Riau.
Pakar hukum pidana Universitas Riau, Dr. Erdianto Effendi, menyatakan bahwa penggunaan aset negara untuk kepentingan pribadi jelas melanggar hukum. “Penguasaan rumah dinas atau aset negara tanpa dasar hukum yang sah dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi sesuai Pasal 12 huruf h UU Nomor 20 Tahun 2001,” tegasnya.
Dr. Erdianto menekankan bahwa Pemprov Riau harus bertindak tegas dalam menertibkan penggunaan aset negara. “Jika takut mencemarkan nama baik, pemerintah bisa mempublikasikan pelaku dengan inisial. Namun, tindakan tegas harus diambil agar tidak ada preseden buruk ke depannya,” lanjutnya.
Desakan Transparansi untuk Pemprov Riau
Kasus ini menambah daftar panjang pengelolaan aset daerah yang dinilai tidak transparan di Riau. Firman dan AMP Riau mendesak Pemprov Riau untuk tidak tinggal diam. “Kami tidak akan berhenti mengawal kasus ini hingga ada kejelasan dan tindakan nyata. Publik berhak tahu siapa saja yang terlibat,” tutup Firman.
Polemik ini menjadi tantangan besar bagi Pemprov Riau di bawah kepemimpinan Abdul Wahid. Mampukah pemerintah baru menunjukkan komitmennya dalam menegakkan aturan dan memulihkan kepercayaan publik? **mdn
#Selamatkan Aset Negara