KAMPAR — Kejaksaan Negeri (Kejari) Kampar menetapkan lima orang tersangka dan langsung melakukan penahanan dalam kasus dugaan korupsi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di salah satu Kantor Cabang Pembantu Bank BUMN di Bangkinang. Kerugian keuangan negara dalam perkara ini ditaksir mencapai Rp 72 miliar.
Kelima tersangka yang ditahan masing-masing berinisial AH (Pimpinan Cabang), UB (penyedia jasa pemasaran), serta tiga analis kredit yakni APMD, SA, dan FP. Penahanan dilakukan selama 20 hari, terhitung sejak 27 Mei 2025, berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejari Kampar.
Kasi Intelijen Kejari Kampar, Jackson Apriyanto P, SH, MH, menyampaikan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah ekspose perkara di Kejaksaan Tinggi Riau pada 20 Mei 2025, dengan ditemukannya minimal dua alat bukti sah.
“Modusnya adalah menyetujui pengajuan KUR Mikro yang tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur,” ujar Jackson.
Nama Irwan Saputra Mencuat, Tapi Tak Tersentuh
Di balik penahanan lima tersangka tersebut, perhatian publik justru tertuju pada Irwan Saputra, anggota DPRD Kampar periode 2024–2029 dari Partai Amanat Nasional (PAN), yang hingga kini belum tersentuh proses hukum.
Irwan Saputra diduga menjadi aktor sentral dalam skema penyalahgunaan KUR, dengan cara mengumpulkan data pribadi warga, mengajukan kredit tanpa persetujuan pemilik identitas, serta menggunakan dokumen agunan palsu berupa SKT dan SKGR. Dana KUR yang cair tidak dinikmati masyarakat, melainkan dikuasai jaringan pelaku, sementara warga hanya menerima imbalan sekitar Rp2 juta, meski nilai pinjaman mencapai belasan juta rupiah per orang.
Akibatnya, ratusan kredit macet, dan bank menanggung kerugian besar.
Tujuh Bulan Tak Aktif Jalankan Tugas
Sorotan terhadap Irwan Saputra kian menguat setelah muncul fakta bahwa sejak Mei 2025 hingga kini, yang bersangkutan disebut tidak pernah masuk kantor. Artinya, selama hampir tujuh bulan, Irwan Saputra tidak menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya sebagai wakil rakyat.
Ketidakhadiran berkepanjangan ini memicu pertanyaan serius, bukan hanya dari publik, tetapi juga dari internal partai dan kalangan politik lokal.
Kader PAN Soroti Mandeknya BK dan Peluang PAW
Saat awak media meminta tanggapan, Ramadhan, S.Sos, kader PAN sekaligus mantan anggota DPRD Kampar, secara terbuka menyatakan kekecewaannya terhadap sikap Badan Kehormatan (BK) DPRD Kampar yang hingga kini belum mengambil tindakan.
“Kita pada dasarnya sangat mengesalkan belum adanya tindak lanjut dari BK DPRD. Padahal, kalau kita merujuk pada tata tertib DPRD, enam kali berturut-turut tidak hadir dalam rapat paripurna itu secara otomatis sudah bisa diproses PAW,” tegas Ramadhan.
Ia menegaskan, kondisi Irwan Saputra saat ini bahkan sudah jauh melampaui batas yang diatur dalam tatib.
“Ini bukan enam kali lagi. Ini sudah hampir tujuh bulan. Dalam satu bulan saja kita tahu ada beberapa kali paripurna. Jadi alasan untuk tidak memproses itu apa?” ujarnya.
Ramadhan juga menilai pembiaran ini telah menimbulkan kerugian politik nyata bagi Fraksi PAN di DPRD Kampar.
“Ini jelas merugikan Fraksi PAN. Seharusnya fraksi punya lima anggota dalam mengambil keputusan-keputusan politik, sekarang hanya empat kekuatan di DPRD. Sementara akhir-akhir ini banyak keputusan strategis yang dikeluarkan DPRD Kampar,” katanya.
Menurutnya, jika kondisi ini terus dibiarkan, maka bukan hanya melanggar etika kelembagaan, tetapi juga mencederai hak konstituen PAN dan masyarakat Kampar yang diwakili.
Dugaan Aliran Dana ke Oknum DPW PAN
Di tengah polemik tersebut, informasi yang beredar juga menyebutkan adanya dugaan aliran dana hasil penyalahgunaan KUR yang dinikmati oknum internal DPW PAN Provinsi. Meski belum dikonfirmasi secara resmi oleh aparat penegak hukum, isu ini semakin memperkuat desakan agar penyidikan dilakukan secara menyeluruh dan transparan.
Ultimatum Mahasiswa: DPRD Terancam Diblokade
Tekanan publik kian membesar setelah Aliansi Pemuda Mahasiswa Bersatu Riau (APMBR) menyatakan siap turun ke jalan. Ketua APMBR, Muhammad Arsyad, melontarkan ultimatum keras kepada BK DPRD Kampar.
“Jika BK DPRD Kampar tetap bungkam dan tidak menindak Irwan Saputra, maka kami akan memblokade Gedung DPRD Kampar dengan ribuan massa,” tegasnya.
Ujian Terbuka Penegakan Hukum dan Etika Politik
Hingga berita ini diturunkan, Kejari Kampar menyatakan masih melakukan pendalaman terhadap dugaan keterlibatan Irwan Saputra dan pihak-pihak lain. Namun, belum adanya langkah konkret baik secara hukum maupun etik justru memperkuat persepsi publik bahwa hukum dan etika politik sedang diuji secara terbuka.
Skandal KUR Rp 72 miliar ini kini bukan sekadar perkara korupsi, tetapi telah berubah menjadi cermin keberanian aparat penegak hukum dan lembaga legislatif:
berani bersih-bersih, atau terus membiarkan kekuasaan berlindung di balik diam.***MDn