Ancaman, Intimidasi, dan Uang Bayaran: Begini Cara Mafia Sawit Jimmy Pertahankan Kebun Ilegal di Kampar

Ancaman, Intimidasi, dan Uang Bayaran: Begini Cara Mafia Sawit Jimmy Pertahankan Kebun Ilegal di Kampar

WARTARAKYAT- Kampar, Upaya negara mengembalikan lahan sawit ilegal kepada rakyat di Kabupaten Kampar kembali berhadapan dengan tembok mafia perkebunan. Puluhan orang yang diduga preman bayaran menyerang, mengusir, dan mengintimidasi kelompok tani penerima Kerja Sama Operasional (KSO) di lahan eks Kebun Jimmy, Desa Padang Mutung, Kecamatan Kampar.

Arul Kampai, juru bicara Kelompok Tani Kampar Jaya Bersama, menegaskan bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan Polsek, Babinsa, dan aparat terkait sebelum memasuki lahan yang kini resmi dikelola melalui KSO. Namun kejadian di lapangan justru menunjukkan upaya penghalangan secara terorganisir.

“Kami datang dengan pendampingan aparat. Tapi pihak Jimmy menggerakkan ibu-ibu dan pekerja untuk mengusir kami. Setelah itu muncul kelompok preman yang mencoba mengintimidasi dan memaksa kami keluar,” ujar Arul.

Ia menegaskan, intimidasi tersebut tidak akan membuat kelompok tani mundur.
“Ini KSO resmi antara rakyat dan Agrinas Palma. Artinya, kalau Jimmy melawan kami, dia sedang melawan negara,” tegasnya.

Arul juga menenangkan para pekerja lama agar tidak khawatir. “Tidak ada PHK. Yang berubah hanya manajemennya. Pekerja tetap bekerja seperti biasa.”

Lahan 1.070 Hektare Dikuasai Ilegal Puluhan Tahun

Lahan seluas 1.070 hektare ini sebelumnya dikangkangi tanpa izin oleh CV Makmur Jaya Sentosa, yang dikenal masyarakat sebagai Kebun Jimmy. Setelah disita oleh Satgas Penertiban HGU dan Perkebunan Tanpa Izin (PHK), lahan ini resmi diserahkan kepada PT Agrinas Palma Nusantara untuk dikelola bersama kelompok tani melalui skema KSO.

Namun setelah penyerahan pada Oktober 2025, situasi justru memanas. Saat kelompok tani mulai merawat kebun, mereka langsung dihadang belasan pria bertubuh besar yang mengaku “penjaga lahan”.

“Mereka melarang kami masuk. Katanya kebun ini masih milik Jimmy,” ujar seorang anggota kelompok tani yang tak mau namanya dipublikasikan.

Dibayar Rp1 Juta per Minggu: Preman Didatangkan dari Tiga Desa

Informasi yang dihimpun menunjukkan para preman tersebut bukan warga Padang Mutung. Mereka berasal dari Koto Tibun, Penyesawan, dan satu desa lain di sekitar lokasi, dan dikabarkan mendapat bayaran Rp1 juta per orang per minggu dari jaringan yang terkait dengan pemilik lama kebun.

“Jimmy tak mau lepas. Dia bayar orang buat jaga supaya kami takut dan tak bisa masuk. Padahal ini lahan negara, bukan milik pribadi,” tegas Ketua Kelompok Tani Ahmad Yanis.

Taktik intimidasi ini dianggap sebagai manuver untuk menggagalkan program pemulihan aset publik yang telah puluhan tahun dirampas korporasi tanpa izin.

Negara Jangan Kalah oleh Preman

Kelompok Tani Kampar Jaya Bersama memastikan mereka tidak akan mundur.
“Kami berdiri di tanah yang sah milik negara. Kalau negara kalah oleh preman, ini bukan lagi soal sawit ini soal martabat bangsa,” tegas Ahmad Yanis.

Masyarakat mendesak aparat penegak hukum segera menindak kelompok preman dan mengungkap aktor intelektual di belakangnya. Jika dibiarkan, operasi pemberantasan mafia sawit akan berubah menjadi slogan kosong.

Harapan Rakyat Kampar: “Cukup Sudah Rakyat Jadi Penonton”

Kasus ini membuka mata publik bahwa perang melawan mafia sawit bukan hanya soal aturan, tapi soal ketegasan negara. Warga Padang Mutung kini menanti langkah nyata pemerintah agar lahan yang sudah disita benar-benar kembali kepada rakyat bukan jatuh lagi ke tangan-tangan gelap.

“Cukup sudah rakyat jadi penonton. Sekarang saatnya anak negeri berdiri di tanahnya sendiri,” ujar Ahmad Yanis menutup dengan nada tegas.***MDn

#KSO Agrinas Riau #Kebun JImmy