RIAU – Bupati Kuantan Singingi (Kuansing), Dr. H. Suhardiman Amby, menegaskan bahwa ancamannya untuk membendung aliran Sungai Kuantan bukan sekadar gertak sambal. Ia mengaku sudah mulai menyiapkan langkah teknis, termasuk mencari batu dan material lokal yang akan digunakan untuk pembangunan bendungan penahan air jika aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di hulu tak kunjung dihentikan.
Menurut perhitungannya, untuk menutup aliran sungai di Batang Koban, Kecamatan Hulu Kuantan, yang lebarnya sekitar 50 meter, dibutuhkan 3.000 batu cor segi empat seberat satu ton per unit.
“Rumusnya panjang x lebar x tinggi, jadi 50 x 3 x 20 = 3.000 buah batu cetakan. Satu batu butuh 3 zak semen. Batu dan pasir tidak perlu beli karena tersedia di Batang Kuantan. Jadi total semen yang dibutuhkan 9.000 zak, dengan harga Rp75 ribu per zak, sekitar Rp675 juta. Ditambah upah Rp300 juta, total Rp975 juta sudah cukup untuk membendung Sungai Kuantan,” ujar Suhardiman, Sabtu (6/9/2025).
Ia mengingatkan, jika bendungan itu dibangun, puluhan desa di bagian hulu akan terdampak banjir, termasuk di wilayah Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, yang berbatasan langsung dengan Kuansing.
“Kalau ini masih saja berlangsung, kita akan lakukan pembendungan. Jangan salahkan kita bila dampaknya sampai ke desa-desa di Sumatera Barat,” tegasnya.
Menurut Suhardiman, langkah ini bukan ancaman kosong, melainkan bentuk perlindungan terhadap lebih dari satu juta warga Kuansing, Inhu, dan Inhil yang bergantung pada aliran Sungai Kuantan-Indragiri.
Dampak Serius PETI dan Ancaman Jutaan Masyarakat Riau
Aktivitas PETI bukan hanya merusak kualitas air Sungai Kuantan, tetapi juga mengancam keberlangsungan hidup jutaan masyarakat Riau yang menggantungkan hidup dari aliran sungai.
Sejumlah kajian mencatat penggunaan merkuri (Hg) dalam proses penambangan emas ilegal. Limbah yang dibuang langsung ke sungai membuat air keruh, ikan mati, dan ekosistem terganggu. Merkuri yang masuk ke rantai makanan bisa menyebabkan gangguan saraf, kerusakan organ, hingga ancaman kesehatan jangka panjang bagi masyarakat.
Hasil studi tahun 2013 dari Laboratorium Kesehatan Lingkungan Provinsi Riau menunjukkan, kadar merkuri di beberapa titik di Kuansing masih di bawah ambang batas, namun ada lokasi yang sudah melebihi batas aman. Ini memperkuat kekhawatiran bahwa tanpa penertiban serius, pencemaran merkuri akan semakin parah.
“Kalau dibiarkan, ini bukan hanya soal keruhnya air, tapi menyangkut nasib jutaan rakyat Riau yang menggunakan sungai sebagai sumber air, sumber ekonomi, dan penopang kehidupan sehari-hari,” kata Suhardiman.
Meski menyiapkan opsi pembendungan, Suhardiman tetap membuka ruang musyawarah. Ia mengajak Lembaga Adat Nagori (LAN) Kuansing dan para datuk penghulu di Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, untuk bersama-sama menghentikan aktivitas PETI di hulu.
“Kalau ada kesadaran bersama, langkah ekstrem seperti pembendungan tidak perlu dilakukan. Tapi bila PETI terus dibiarkan, kita harus tegas melindungi rakyat di hilir,” tutupnya. (rls)
#Riau #Sungai Kuantan