Hijau Kembali Rimbang Baling: Napas Terakhir Harimau Sumatera Dijaga Bersama

Hijau Kembali Rimbang Baling: Napas Terakhir Harimau Sumatera Dijaga Bersama

WARTA RAKYAT ONLINE- Riau, 12 Mei 2025 — Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling di Riau kembali berdenyut hijau. Di tengah sunyi belantara yang pernah tercabik oleh pembalakan liar dan ancaman kebakaran, harapan baru kini ditanam—secara harfiah dan simbolik—untuk menjaga denyut kehidupan satwa-satwa langka yang tersisa.

Dalam sebuah aksi penghijauan yang berlangsung di Desa Petai, Kecamatan Singingi Hilir, aparat kepolisian dari Kuantan Singingi bersama WWF Indonesia dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau menanam pohon-pohon endemik sebagai bagian dari upaya restorasi hutan tropis Sumatera. Penanaman ini bukan sekadar simbol. Ini adalah langkah nyata menyambung kembali habitat yang terfragmentasi, khususnya bagi salah satu predator paling ikonik: harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae).

"Ini bukan hanya tentang menanam pohon, tapi menanam masa depan," ujar seorang perwakilan dari WWF di lokasi kegiatan.

Rimbang Baling bukan kawasan biasa. Dengan luas lebih dari 141 ribu hektare, kawasan ini merupakan salah satu benteng terakhir bagi satwa-satwa langka seperti harimau Sumatera, beruang madu, tapir, hingga rangkong gading. Ia juga berfungsi sebagai koridor penting yang menghubungkan pergerakan satwa liar di Sumatera bagian tengah.

Namun benteng ini telah lama rapuh. Kebakaran hutan dan lahan (karhutla), pembukaan lahan ilegal, dan lemahnya pengawasan menjadikannya rentan. Karena itu, inisiatif penghijauan kali ini juga bertujuan menghapus stigma kelam tentang konflik manusia dengan alam, sembari membangun kesadaran baru—bahwa hutan adalah kehidupan, bukan ancaman.

Yang menjadikan gerakan ini lebih kuat adalah pendekatan kolaboratif. Masyarakat lokal tidak lagi diposisikan sebagai penonton, tetapi aktor utama. Mereka dilibatkan dalam pemantauan hutan, pelaporan aktivitas ilegal, dan edukasi lingkungan. Sebuah pendekatan konservasi berbasis komunitas yang kini menjadi model ideal di tengah krisis iklim global.

"Kalau harimau hilang dari hutan ini, itu bukan cuma tragedi ekologi, tapi juga kehilangan jati diri kita sebagai bangsa yang hidup dari alam," ungkap seorang tokoh adat yang turut hadir dalam kegiatan tersebut.

Dengan kolaborasi lintas sektor—pemerintah, aparat penegak hukum, organisasi lingkungan, dan masyarakat—Rimbang Baling kembali menyalakan harapan. Di tengah rimba yang dulu nyaris sunyi, suara langkah harimau kini dijaga agar tak lenyap dalam bisu.

Mungkin ini baru awal. Tapi dari tunas-tunas yang tumbuh hari ini, akan tumbuh pula masa depan di mana anak-anak kita masih bisa mendengar auman harimau, bukan hanya dari cerita.***mdn

#Rawat Hutan Rimbang Baling