WARTA RAKYAT ONLINE- Kampar, Riau Penangkapan Yose Rizal, Sekretaris Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Koto Kampar Hulu, oleh Tim Pemberantasan Ilegal Logging Polda Riau, bukan sekadar peristiwa hukum biasa. Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 28 Mei 2025 di Desa Balung, wilayah hukum Polres Kampar, menjadi pintu masuk menuju tabir gelap perusakan hutan yang sistematis dan terorganisir. Yose tidak sendiri. Ia diamankan bersama dua oknum ninik mamak dan enam warga sipil lainnya.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan, membenarkan adanya penangkapan tersebut. Ia menyebut proses hukum masih berjalan dan pengembangan terus dilakukan untuk mengungkap keterlibatan pelaku lain. “Kami masih fokus pada pengamanan dan pengembangan. Informasi lanjutan akan disampaikan setelah Kapolda kembali dari ibadah haji,” ujar Ade saat dikonfirmasi.
Namun hasil penelusuran tim investigasi di lapangan mengungkap bahwa penangkapan Yose hanyalah ujung dari gunung es. Di baliknya tersembunyi jaringan mafia kayu yang telah lama beroperasi di sepanjang perbatasan Riau–Sumatera Barat, khususnya di kawasan Koto Kampar Hulu, XIII Koto Kampar, hingga Cipangkiri dan Rokan Hulu.
Modus: Jalan Dibuka, Kayu Diangkut, Sawit Ditanam
Warga menyebut, aktivitas dimulai dengan pembukaan jalan hutan menggunakan alat berat. Setelah jalur terbentuk, penebangan liar dilakukan untuk mengambil kayu log bernilai tinggi. Kayu-kayu ini diangkut malam hari oleh truk-truk besar yang bergerak melintasi jalur tersembunyi menuju PLTA Koto Panjang dan Bangkinang, dikawal oleh orang-orang tak dikenal yang bukan penduduk setempat.
Jenis kayu yang diburu sangat beragam, dari kayu cerocok hingga kayu keras dan langka seperti meranti, kompas, kulim, dan rengas—semuanya bernilai tinggi di pasar mebel dan industri ekspor. Di kawasan sekitar Candi Muara Takus, kayu bahkan langsung dipotong menjadi papan di lokasi agar mudah diangkut dengan mobil bak terbuka.
Di sejumlah titik, bekas alat berat terlihat jelas. Hutan yang semula rimbun kini berubah menjadi areal terbuka, ditata dengan terasering, dan siap ditanami kelapa sawit. “Begitu kayu habis, sawit langsung masuk,” ujar seorang warga yang minta identitasnya disamarkan.
Para Pemain di Balik Layar
Nama-nama seperti Manik, Hasibuan, Putra, Wandi, dan Lubis disebut-sebut sebagai tokoh sentral dalam jaringan ini. Manik, misalnya, dikenal luas sebagai “raja kayu” dari Cipangkiri, Rokan IV Koto, Rokan Hulu. Meski kelompoknya kecil, pengaruhnya besar. Banyak pekerja lapangan mengaku bekerja di bawah perlindungannya.
Lebih mengkhawatirkan lagi, muncul dugaan keterlibatan seorang oknum jaksa yang disebut-sebut sebagai pemodal utama dan penghubung dengan jaringan investor luar daerah. Meski berdinas di luar Riau, jaksa ini diketahui merupakan putra daerah. Ia disebut sering “menyelesaikan” urusan hukum jika pelaku di lapangan tertangkap. “Kalau ada yang kena, dia yang turun tangan. Koneksinya kuat. Dihormati di kampung,” ungkap sumber investigasi kami.
Jaringan Industri Gelap dan Regulasi yang Dilanggar
Skema perusakan hutan ini bukan lagi kerja individu, melainkan jaringan industri gelap yang melibatkan aparat desa, tokoh adat, pengusaha lokal, dan oknum penegak hukum. Aktivitas mereka melanggar berbagai regulasi seperti:
Undang-Undang Kehutanan
UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H)
UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
UU Penataan Ruang
Namun meskipun regulasi tegas, implementasi di lapangan jauh dari harapan.
Warga Menyangsikan Keseriusan Aparat
Penangkapan Yose Rizal diharapkan menjadi titik balik pemberantasan mafia kayu. Namun sebagian warga ragu. Mereka menilai langkah penegakan hukum belum menyentuh aktor utama di balik kerusakan hutan.
“Yang ditangkap cuma kaki-kaki. Alat berat itu siapa yang punya? Bibit sawitnya dari mana? Pemodalnya siapa? Itu yang harus dibuka,” ujar seorang tokoh masyarakat dari Koto Kampar Hulu.
Sementara itu, kawasan hutan yang dulunya menjadi benteng alam kini perlahan berubah menjadi kebun sawit tak berizin. Hutan lindung dan konservasi rusak, keanekaragaman hayati lenyap, dan fungsi ekologis kawasan hulu makin terancam.
Jika Hukum Tak Menyentuh Pemodal, Hutan Akan Tinggal Cerita
Perusakan hutan di Kampar bukan hanya soal penebangan liar, tapi soal bagaimana hukum bisa dibeli, dan bagaimana kepentingan ekonomi jangka pendek mengorbankan keberlanjutan jangka panjang. Jika penegakan hukum hanya menyasar pelaku lapangan, maka mafia kayu akan tetap hidup dalam bayang-bayang.
Jika hukum berhenti di tangan yang lemah, dan tak menyentuh yang kuat, maka hutan Riau akan hilang—bukan karena badai, tetapi karena diam.***mdn
#Mafia Hutan Kawasan Kampar #Mafia Ilegel Loging #Mafia kayu Ilegal Kampar