Pembodohan Publik? Kompensasi Receh Gantikan Hak Lahan 1.100 Hektare Warga Siabu

Pembodohan Publik? Kompensasi Receh Gantikan Hak Lahan 1.100 Hektare Warga Siabu

WARTARAKYAT- Bangkinang, 16 September 2025  Langkah “sat set” Bupati Kampar Ahmad Yuzar dan Wakil Bupati Misharti yang dielu-elukan saat menyelesaikan blokade warga Desa Siabu, dinilai sejumlah pihak sebagai pembodohan publik. Alih-alih memenuhi tuntutan masyarakat, kesepakatan yang diumumkan justru dinilai sebagai akal-akalan perusahaan untuk meredam protes.

Masyarakat Desa Siabu sejak awal menuntut hak kebun KKPA sebesar 20 persen dari total konsesi PT Ciliandra Perkasa yang mencapai 8.629 hektare. Jika dihitung, masyarakat berhak mendapatkan sekitar 1.725  hektare lahan. Namun, dalam kesepakatan yang diumumkan, tuntutan mendasar tersebut sama sekali tidak disentuh.

Sebaliknya, rapat fasilitasi di Kantor Bupati pada Selasa (16/9/2025) hanya menghasilkan tiga poin: kompensasi bulanan hingga 2037, penghapusan utang koperasi, dan tetapnya pengelolaan HGU oleh perusahaan.

“Kompensasi Bukan Solusi”

“Ini jelas bukan solusi, tapi hanya cara perusahaan membeli waktu dan meninabobokan masyarakat dengan uang bulanan. Padahal yang kita tuntut dari dulu adalah lahan kebun plasma 20 persen sesuai aturan, bukan recehan kompensasi,” ujar salah seorang tokoh masyarakat Siabu yang enggan disebutkan namanya.

Kompensasi yang disebut fantastis Rp 300 juta hingga Rp 500 juta per bulan dinilai hanya jebakan manis yang akan berakhir membuat masyarakat bergantung, sementara hak mendasar berupa lahan tetap tidak diberikan.

Komentar Pedas Tokoh Masyarakat Kampar

Ramadhan, tokoh masyarakat Kampar kiri, turut melontarkan kekecewaannya.

“Merasa lucu aja dengan hasil perundingan yang dilakukan oleh Bupati Kampar dan juga Ketua DPRD yang hadir. Saya baca di media dua hari yang lewat, bagi Ciliandra mengeluarkan duit Rp300 juta per bulan itu cuman dari 50 hektare kebunnya saja. Yang harus diperjuangkan dan dijalankan Bapak Bupati itu bagaimana hak 20 persen untuk masyarakat bisa terwujud sesuai dengan amanah Undang-Undang Agraria dan Undang-Undang Perkebunan. Ini seolah-olah Bupati jadi humasnya Ciliandra saja terkesannya,” ujar Ramadhan.

Ia menambahkan, “Kok aneh hak masyarakat 20 persen diganti cuma Rp300 juta. Ada pula yang teriak-teriak 2 periode. Seharusnya memperjuangkan sesuai amanah undang-undang. Nampak sekali Bupati ingin cepat selesai, bukan menyelesaikan sesuai aturan. Atau memang lemah lobi-lobinya di pusat, sehingga masyarakat dibujuk-bujuk dengan Rp300 juta.”

Publik Diminta Jangan Terjebak Euforia

Meski masyarakat sempat menyambut pengumuman dengan sorak sorai, sejumlah kalangan mengingatkan agar warga tidak terlena. Euforia dianggap hanya reaksi sesaat karena tekanan situasi dan janji manis pemerintah daerah.

“Kita harus sadar, ini bukan kemenangan masyarakat, tapi kemenangan perusahaan yang berhasil menggiring isu. Kalau 1.100 hektare lahan tidak diberikan, artinya perjuangan kita belum selesai,” pungkas seorang aktivis mahasiswa asal Kampar.***MDN

#Desa Siabu #PT. Ciliandra Perkasa