WARTA RAKYAT ONLINE- Inhu, Riau ,Tiga perusahaan perkebunan kelapa sawit milik pengusaha hiburan malam asal Pekanbaru, Dedi Handoko Alimin, terendus belum melaporkan keberadaan tenaga kerjanya ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau. Hingga Rabu (9/4/2025), ketiga perusahaan ini tercatat tidak memiliki laporan resmi tenaga kerja, baik tetap, kontrak, maupun buruh harian lepas.
Adapun perusahaan yang dimaksud adalah PT Sinar Belilas Perkasa (SBP) yang beroperasi di Kecamatan Rengat Barat dan Seberida, PT Teso Indah di wilayah Rengat Barat dan Lirik, serta PT Sinar Peranap Perkasa (SPP) di Kecamatan Peranap dan Batang Peranap.
Kepala Disnaker Inhu, Dwi Bramantika SSTP MSi, menyatakan bahwa sejak berdiri, tidak ada satu pun dari ketiga perusahaan tersebut yang melaporkan data ketenagakerjaan mereka. Menurutnya, pencatatan tenaga kerja bukan sekadar formalitas administratif, tetapi kewajiban hukum perusahaan.
“Perusahaan perkebunan sebagai pemberi kerja wajib mencatatkan jumlah tenaga kerjanya di Disnaker, baik tenaga skil maupun kontrak dan buruh harian lepas,” ujar Dwi Bramantika, yang akrab disapa Bang Rengga.
Ia menambahkan, pencatatan tenaga kerja juga terkait erat dengan pemenuhan hak normatif pekerja, termasuk perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan melalui BPJS Ketenagakerjaan.
“Jika mereka tidak tercatat, maka pekerja tidak mendapat jaminan sosial. Ini bentuk pelanggaran terhadap hak dasar tenaga kerja,” tegas Rengga.
Sorotan terhadap aktivitas perusahaan-perusahaan tersebut juga datang dari Ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 92 Inhu, Bahrum Sitio. Ia menyoroti kejanggalan operasional PT Sinar Belilas Perkasa (SBP), yang disebut-sebut telah mengambil alih sejumlah lahan perkebunan di wilayah Inhu tanpa kejelasan status karyawan.
“Kami meminta perusahaan milik Dedi Handoko untuk mendaftarkan semua karyawan ke Disnaker. Kalau mereka memang karyawan, maka ada kewajiban bayar pajak penghasilan atau PPh 21,” tegas Bahrum, Minggu (6/4/2025) lalu.
Bahrum juga menyebut bahwa informasi yang dihimpun SBSI 92 menunjukkan adanya konflik sosial yang mulai muncul antara perusahaan-perusahaan ini dan masyarakat setempat yang menolak aktivitas perkebunan tanpa keterlibatan transparan tenaga kerja dan jaminan hak-hak mereka.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari manajemen tiga perusahaan tersebut. Namun, isu ini diperkirakan akan terus berkembang seiring meningkatnya tekanan dari serikat buruh dan masyarakat sipil di Kabupaten Inhu.***mdn
#Perusahan Nakal #Dedi Handoko #Perusahaan Nakal di Inhu