Pelalawan — Satu per satu pihak yang diduga terlibat dalam dugaan penerbitan Surat Keterangan Tanah (SKT) ilegal dan pungutan liar (pungli) di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) dipanggil oleh Satgas Penyelamatan Kawasan Hutan (PKH) Kejaksaan Negeri Pelalawan. Dua kepala desa kembali dipanggil, namun reaksi mereka mengundang sorotan: satu bungkam, satu lagi memilih kabur lewat pintu belakang.
Hari itu, Selasa (24/6/2025), menjadi hari panjang bagi dua kepala desa yang berurusan dengan hukum: Kepala Desa Lubuk Kembang Bungo, H Rusi Chairus Slamet, dan Kepala Desa Bukit Kesuma, Yasir Herawansyah Sitorus.
Keduanya diperiksa dari pagi hingga sore oleh penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) di Kejari Pelalawan. Mereka didalami terkait peran dalam dugaan penerbitan SKT di atas kawasan hutan negara yang telah lama berubah fungsi menjadi kebun sawit, meski masih berstatus kawasan konservasi.
H Rusi Chairus Slamet keluar lebih dulu dari ruang pemeriksaan. Mengenakan kemeja putih dan celana jins, ia tampak membawa ransel berisi dokumen. Namun saat ditanya awak media, dia memilih diam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Tanpa ekspresi, ia masuk ke dalam Pajero hitam yang sudah menunggu dan berlalu cepat dari halaman Kejari.
Di sisi lain, drama lebih pelik terjadi pada Kades Bukit Kesuma, Yasir Herawansyah Sitorus. Ketika para wartawan menunggu di lobi utama, tiba-tiba sebuah mobil Toyota Inova putih masuk ke parkiran belakang kantor Kejari—area yang biasanya tidak dibuka untuk umum.
Belakangan diketahui, Yasir memilih keluar diam-diam lewat pintu belakang. Diduga kuat ia menghindari sorotan kamera dan pertanyaan wartawan. Perlakuan khusus terhadap mobil penjemput pun menimbulkan tanda tanya.
“Ada apa dengan Kades Bukit Kesuma hingga harus kabur lewat pintu belakang?” tanya salah seorang jurnalis lokal yang turut meliput.
Tak hanya para kades, penyidikan juga menyasar pemilik ram (penampungan sawit) dan petani yang membuka kebun sawit di TNTN. Mereka satu per satu terlihat keluar dari kantor Kejari usai menjalani pemeriksaan.
Kepala Kejaksaan Negeri Pelalawan, Azrijal SH MH, membenarkan bahwa pemeriksaan masih terus berlangsung.
“Kami panggil sejumlah kepala desa yang berada di sekitar TNTN. Pemeriksaan ini untuk mendalami dugaan penerbitan SKT dan pungli dalam kawasan hutan negara,” ujar Azrijal kepada wartawan.
Satgas PKH bergerak cepat pasca-penyegelan kawasan TNTN seluas 81 ribu hektare—yang sebagian besar telah disulap menjadi kebun sawit. Banyak lahan dalam kawasan itu kini memegang dokumen SKT yang diduga diterbitkan secara ilegal oleh aparat desa.
“Pemeriksaan terhadap kepala desa, pemilik lahan, hingga pemilik ram terus berlanjut. Kita ingin menelusuri seluruh alur penerbitan dokumen, siapa saja yang bermain, dan bagaimana mekanismenya,” tegas Kajari.
Kawasan TNTN selama ini menjadi simbol dari konflik agraria, lemahnya penegakan hukum, serta kebobrokan tata kelola kawasan hutan di Riau. Apakah pemeriksaan ini akan menjadi titik balik? Atau hanya babak baru dari cerita lama yang selalu berakhir tanpa kejelasan?
Publik kini menanti, sejauh mana keberanian penegak hukum menembus tembok kekuasaan dan jaring kepentingan yang menyelimuti kawasan TNTN. ***
#TNTN Riau #PKH Periksa Kades