WARTARAKYAT- Jakarta, Topeng moral kekuasaan di Riau akhirnya robek. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Gubernur Riau, Abdul Wahid, sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan dan pungutan liar di lingkungan Dinas PUPR Provinsi Riau.
Penetapan itu menjadi klimaks dari operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar pada Senin, 3 November 2025. Dari tangan sembilan orang yang diamankan termasuk pejabat penting Pemprov Riau penyidik menemukan uang tunai senilai Rp1,6 miliar yang diduga hasil setoran wajib dari proyek-proyek pemerintah daerah.
Sumber internal KPK mengungkap, praktik ini bukan sekadar “uang terima kasih”, melainkan mekanisme pemalakan terstruktur yang berjalan sistematis. Uang hasil pungutan tersebut disebut-sebut mengalir hingga ke lingkaran kekuasaan sang gubernur.
Pada Rabu (5/11), Abdul Wahid akhirnya digiring ke Gedung Merah Putih KPK dengan rompi oranye dan borgol di tangan. Pemandangan itu menjadi ironi pahit simbol nyata bagaimana kekuasaan yang seharusnya menjadi pelindung rakyat justru berubah menjadi mesin pemerasan.
KPK menyatakan telah mengantongi bukti kuat berupa dokumen proyek, catatan transfer, dan komunikasi internal antara pejabat dinas dengan pihak luar. Semua mengarah pada satu simpul: penguasa yang menjadikan jabatan sebagai ladang rente.
Riau pun kembali mencatat sejarah kelam. Abdul Wahid menjadi gubernur keempat dari Bumi Lancang Kuning yang terjerat kasus korupsi dalam dua dekade terakhir sebuah rekor memalukan bagi provinsi yang kaya sumber daya namun miskin integritas.
Reaksi publik bermunculan. Sebagian masyarakat menilai langkah KPK ini sebagai tamparan keras bagi elite daerah yang memuja kekuasaan lebih tinggi dari nurani.
“Rakyat butuh pemimpin, bukan perampok berseragam jabatan,” ujar salah satu aktivis antikorupsi di Pekanbaru dengan nada geram.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Abdul Wahid belum memberikan tanggapan resmi. Namun, kuasa hukumnya menyebut kliennya akan kooperatif dan siap mengikuti proses hukum.
Kasus ini bukan sekadar perkara suap. Ia adalah refleksi bobroknya sistem yang membiarkan moral pejabat membusuk perlahan sampai akhirnya hukum menjemput mereka satu per satu.***MDn
#OTT KPK #Abdul Wahid