WARTARAKYAT - Jakarta, Ketika rakyat masih bergelut dengan harga beras dan listrik yang terus melambung, para wakil rakyat di Senayan justru menikmati limpahan dana reses yang mencengangkan. Data terbaru menunjukkan, setiap anggota DPR RI kini menerima dana reses sebesar Rp702 juta per masa reses, dan dana itu diberikan hingga lima kali dalam setahun. Jika dikalkulasikan, seorang anggota DPR bisa membawa pulang lebih dari Rp3,5 miliar hanya dari pos "serap aspirasi rakyat".
Ironisnya, kenaikan fantastis ini terjadi di tengah sorotan tajam terhadap kinerja legislatif yang kerap dinilai tak sebanding dengan dana yang digelontorkan negara. Publik pun bertanya-tanya: benarkah dana sebesar itu benar-benar digunakan untuk menyerap aspirasi rakyat, atau justru menjadi tambahan “pendapatan” terselubung bagi wakil rakyat?
Aktivis antikorupsi dari Indonesian Corruption Watch (ICW) menyebut kebijakan ini sebagai bentuk “perampokan berjamaah yang dilegalkan”. Mereka menyoroti lemahnya transparansi penggunaan dana reses yang selama ini nyaris tak tersentuh audit publik. “Negara seperti sedang dirampok dengan surat tugas resmi,” ujar seorang aktivis dengan nada getir.
Lebih jauh, ICW memperingatkan adanya potensi penyalahgunaan karena mekanisme pencairan dana dilakukan secara lumpsum, tanpa rincian pelaporan yang transparan. Dana mengalir langsung ke rekening anggota DPR tanpa sistem kontrol yang memadai.
Sementara itu, pimpinan DPR berdalih kenaikan dana ini sudah sesuai aturan. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyebut bahwa dana tersebut digunakan untuk kegiatan kunjungan, rapat, dan penyerapan aspirasi di daerah pemilihan. Namun, publik sulit percaya, sebab fakta di lapangan menunjukkan sebagian besar kegiatan reses seringkali hanya sebatas formalitas sekadar pertemuan seremonial dengan segelintir konstituen yang diundang.
Beberapa laporan bahkan menyebut, pada Oktober 2025 jumlah dana sempat membengkak hingga Rp756 juta per reses. Meski DPR kemudian mengklaim adanya “salah transfer” dan pengembalian dana, kejanggalan ini menambah daftar panjang tanda tanya soal pengelolaan anggaran parlemen.
Kenaikan dana reses ini menegaskan jarak yang kian menganga antara rakyat dan wakilnya. Di satu sisi, rakyat diminta bersabar menanggung beban ekonomi, sementara di sisi lain, DPR justru menambah kenyamanan finansial di bawah dalih “menyerap aspirasi”.
Pada akhirnya, publik berhak bertanya:
Apakah DPR benar-benar sedang bekerja untuk rakyat, atau sekadar bekerja untuk memperkaya diri sendiri atas nama rakyat? ***MDn