WARTARAKYATONLINE.COM- Kampar , Sejumlah warga Dusun Toro Jaya, Desa Kembang Bunga, Kecamatan Lubuk Agung, Kabupaten Kampar, menyampaikan surat terbuka kepada Menteri Kehutanan Republik Indonesia pada Senin, 9 Juni 2025. Surat tersebut berisi permohonan agar mereka diizinkan tetap tinggal dan mengelola lahan sawit yang sudah mereka tanami di wilayah yang kini tengah ditertibkan dalam program Cek dan Penataan Kawasan Hutan (CPKH).
Surat terbuka itu ditandatangani oleh perwakilan warga, antara lain Rani Utama S.S.Keb dan Warwata S.Keb. Dalam suratnya, mereka menyatakan kekhawatiran atas masa depan tempat tinggal dan lahan garapan yang selama ini menjadi tumpuan hidup mereka.
“Kami hanya ingin mengelola lahan yang sudah terbuka, dan kami berjanji tidak akan merambah apalagi membakar hutan. Kami mohon diberi kesempatan,” tulis warga dalam surat terbuka tersebut.
Namun di tengah permohonan tersebut, muncul dugaan bahwa surat ini dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk mendramatisir isu penertiban. Sejumlah pihak menilai, ada keterlibatan mafia sawit yang mencoba berlindung di balik narasi kemanusiaan demi melanggengkan aktivitas ilegal di kawasan hutan negara.
“Mereka memakai oknum tenaga kesehatan seperti bidan untuk membungkus isu ini agar tampak sebagai konflik sosial. Padahal di belakangnya ada aktor-aktor yang terlibat dalam pembukaan lahan secara ilegal,” ungkap sumber dari aktivis lingkungan.
Menanggapi fenomena ini, Komunitas Pecinta Alam Riau (KOPARI) melalui Bung Yogi menyatakan keprihatinannya. Ia meminta pemerintah dan aparat penegak hukum tidak terbawa arus dramatisasi yang digerakkan oleh kepentingan bisnis sawit ilegal.
“Kami mendukung langkah Menteri Kehutanan dan aparat untuk menertibkan kawasan hutan. Negara tidak boleh kalah oleh mafia tanah dan sawit yang merusak hutan atas nama rakyat kecil,” tegas Bung Yogi dalam keterangannya, Senin (9/6/2025).
Ia juga menegaskan bahwa pendekatan hukum dan ekologi harus berjalan seimbang. “Pemerintah harus hadir dengan tindakan tegas, terukur, dan berkeadilan. Jika ada warga yang betul-betul tinggal secara turun-temurun, itu bisa diverifikasi. Tapi jangan beri ruang pada mafia yang memanfaatkan celah ini,” tambahnya.
Sampai saat ini, belum ada tanggapan resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait surat dari warga Toro Jaya. Namun aparat dan lembaga pemerhati lingkungan terus mendorong penindakan yang berbasis data, hukum, dan keberlanjutan lingkungan hidup. (*)
#Kawasan TNTN #Kawasam Tesonilo