PEKANBARU – Dunia jurnalisme Indonesia sedang menghadapi kenyataan pahit. Dari sekitar 250.000 jurnalis, hanya 11,68% yang telah tersertifikasi. Persoalan ini bukan sekadar angka, tetapi alarm keras bagi masa depan informasi publik. Melihat urgensi itu, Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) Universitas Muhammadiyah Riau (UMRI) menghadirkan solusi inovatif dalam kegiatan Diseminasi Hasil Penelitian bertema “Analisis Peran Masyarakat dan Potensi Crowdfunding dalam Meningkatkan Kompetensi Wartawan dan Kualitas Jurnalisme”, Kamis (13/11/2025).
Acara yang dibuka oleh Dekan FIKOM Jayus SSos MIKom dan dihadiri pimpinan prodi, dosen, serta ratusan mahasiswa ini menjadi wadah pemaparan isu yang tak hanya penting bagi dunia akademik, tetapi juga bagi kualitas demokrasi.
“Kami mengapresiasi kerja keras tim peneliti dan berharap temuan ini memberikan manfaat nyata bagi masyarakat,” ujar Jayus.
Krisis Kompetensi: Media Lokal Pekanbaru Baru 1,5% yang Profesional
Ketua tim peneliti, Assoc Prof H Eka Putra ST MSc PhD, menyajikan fakta yang memunculkan kekhawatiran mendalam. Selain rendahnya angka sertifikasi jurnalis di tingkat nasional, kondisi media lokal Pekanbaru juga memprihatinkan. Hanya 1,5% media lokal yang memenuhi standar profesional.
Menurut Eka Putra, lemahnya kompetensi jurnalis baik teknis maupun etika diperparah oleh minimnya peran publik dalam mengawasi kualitas pemberitaan.
“Ini bukan sekadar soal kemampuan, tetapi soal akuntabilitas dan kepercayaan publik. Jika kualitas jurnalis lemah, kualitas demokrasi pun ikut tergerus,” tegasnya.
Solusi Baru: Crowdfunding Jurnalistik Berbasis Komunitas
Menjawab tantangan tersebut, penelitian FIKOM UMRI menawarkan konsep segar: crowdfunding jurnalistik.
Model ini bukan hanya alternatif pendanaan, tetapi juga instrumen kontrol sosial. Dengan melibatkan masyarakat sebagai pendukung dana liputan, publik secara otomatis menjadi pemantau kualitas informasi yang dihasilkan.
Anggota tim peneliti, Dr Desliana Dwita SIP MIKom, menyebut model ini sebagai “kolaborasi cerdas antara jurnalis dan publik”.
“Crowdfunding menawarkan manfaat ganda: publik mendapat berita yang lebih berkualitas, sementara media terdorong untuk lebih transparan dan profesional,” jelas Desliana.
Pekanbaru Berpeluang Menjadi Pionir
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pekanbaru memiliki modal sosial dan infrastruktur digital yang cukup untuk menjadi kota pelopor crowdfunding jurnalistik di Indonesia. Budaya gotong royong yang kuat serta tingginya partisipasi masyarakat di ruang digital menjadi fondasi utama.
Namun keberhasilan model ini membutuhkan:
transparansi dalam pendanaan,
kemitraan setara antara publik dan media,
konten liputan yang relevan dan menarik,
serta koordinasi seluruh pemangku kepentingan.
“Jika pendanaan berbasis komunitas bertemu dengan semangat jurnalisme partisipatif, maka ekosistem media lokal yang inklusif dan demokratis bukan lagi sekadar cita-cita,” tutup Eka Putra.
Kegiatan diseminasi yang merupakan bagian dari Penelitian Fundamental Reguler (PFR) BIMA Kemendikbudristek RI 2025 ini ditutup dengan sesi diskusi interaktif yang berlangsung dinamis. Antusiasme para akademisi dan mahasiswa menegaskan bahwa masa depan jurnalisme yang lebih baik membutuhkan kolaborasi baru bukan dari ruang konferensi besar, melainkan dari ruang komunikasi antara publik dan media.*** rls
#UMRI Pekanbaru #Fikom Umri