Duel Sengketa 220 Hektar: Idrus Rauf Tantang Perusahaan, Ancam Laporkan ke Presiden

Duel Sengketa 220 Hektar: Idrus Rauf Tantang Perusahaan, Ancam Laporkan ke Presiden

WARTA RAKYAT ONLINE  - Kampar , Konflik agraria antara masyarakat Desa Gunung Malelo dan PT Padasa Enam Utama kian memanas. Sengketa lahan seluas 220 hektar ini memasuki babak baru setelah terjadi percakapan tegang antara Idrus Rauf, pemegang kuasa hak atas tanah masyarakat, dengan Direktur Utama perusahaan tersebut. Dalam pembicaraan yang berlangsung pagi tadi, Direktur Utama menuding Taufik Singratama—cucu Idrus Rauf yang juga menjadi kuasa hukum keluarga—sebagai pihak yang terus menekan dirinya, meskipun sengketa ini menurutnya merupakan warisan dari manajemen lama.

Ketegangan semakin meningkat ketika Direktur Utama tersebut mengusulkan agar konflik ini diselesaikan melalui jalur hukum. Namun, Idrus Rauf menanggapi pernyataan itu dengan skeptis. Ia menilai perusahaan hanya mengandalkan kekuatan finansialnya tanpa menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan permasalahan dengan masyarakat secara adil.

“Dulu kita sudah berjanji untuk menyelesaikan ini, tapi Ibu ingkar. Kalau begini terus, saya akan sampaikan masalah ini langsung ke Presiden,” tegas Idrus Rauf dengan nada penuh ketegasan. Tak lama setelah pernyataan itu, percakapan mereka berakhir secara mendadak setelah Direktur Utama perusahaan memilih untuk menutup telepon.

Perusahaan Dituding Mengulur Waktu

Mendapat laporan dari kakeknya, Taufik Singratama segera berusaha menghubungi Direktur Utama PT Padasa Enam Utama untuk meminta klarifikasi. Namun, upayanya sia-sia karena panggilannya tak direspons. Taufik pun mempertanyakan niat perusahaan yang meminta penyelesaian hukum, tetapi justru tidak menunjukkan keseriusan dengan menghadiri panggilan resmi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada 8 Februari 2025 lalu.

Kami ingin tahu, kalau memang perusahaan ingin menyelesaikan lewat jalur hukum, kenapa justru mereka terkesan menunda waktu dan hanya mengutus pengacara? Ini semakin membuktikan bahwa mereka tidak serius dan tidak transparan,” ujar Taufik.

Berdasarkan dokumen yang diterima, panggilan BPN tersebut merupakan tindak lanjut dari rapat pembahasan pada 16 Januari 2025 terkait laporan No. 034/DUM/RR-INKRAH/XII/2024 serta laporan Kementerian ATR/BPN pada 24 November 2024. Namun, pihak perusahaan tetap tidak menghadiri rapat itu secara langsung.

Taufik juga menyoroti keengganan Direktur Utama untuk menjawab pertanyaan seputar keterlibatan kelompok Elang 3 Hambalang, sebuah organisasi masyarakat yang dikenal memiliki hubungan dekat dengan Presiden.

Masyarakat Mendesak Pemerintah Bertindak

Situasi yang terus berlarut membuat masyarakat Desa Gunung Malelo semakin geram. Sebagai pemilik sah lahan berdasarkan dokumen lama yang dipegang oleh Idrus Rauf, mereka menuntut agar pemerintah bertindak tegas dan tidak berpihak pada korporasi.

“Masyarakat hanya ingin mendapatkan haknya kembali. Kami mendesak BPN beserta seluruh instansi terkait di Riau untuk berpihak kepada rakyat sebelum Presiden turun tangan langsung,” tegas Idrus Rauf.

Tak hanya itu, keluarga besar Elang 3 Hambalang yang juga mendukung perjuangan masyarakat menyatakan siap untuk membawa persoalan ini ke level nasional jika tidak ada penyelesaian konkret dari pihak berwenang.

Hingga berita ini diturunkan, PT Padasa Enam Utama belum memberikan pernyataan resmi terkait konflik ini. Publik kini menanti langkah apa yang akan diambil oleh pemerintah dan apakah sengketa ini benar-benar akan berakhir di meja hukum, atau justru menjadi isu yang mengguncang hingga level tertinggi pemerintahan.***mdn

#PT padasa Enam