KAMPAR — Dugaan kejanggalan besar dalam penertiban lahan ilegal kembali mencuat. PT Guna Usagri Pratama (PT GUP), perusahaan yang selama puluhan tahun menggarap kawasan hutan tanpa izin, kini menjadi sorotan setelah muncul indikasi kuat bahwa lahan sitaan negara tersebut justru kembali ke tangan pemilik lama melalui skema baru.
PT GUP selama ini beroperasi di atas total 768,81 hektare lahan yang berada dalam kawasan hutan, dengan rincian:
±400 hektare di Desa Sungai Lipai, Kecamatan Gunung Sahilan, Kampar.
±300 hektare di Desa Buluh Lipis dan Desa Sotol, Kecamatan Langgam, Pelalawan.
Selama bertahun-tahun, perusahaan ini disebut tidak memberikan kontribusi apa pun kepada negara, meski mengelola kawasan hutan secara terang-terangan tanpa dasar hukum.
Disegel Satgas PKH Tahun 2025 Tetapi Ada yang Aneh
Pada tahun 2025, Satgas PKH turun melakukan penyegelan dan menyatakan seluruh areal PT GUP sebagai lahan negara. Pengelolaan kemudian diserahkan kepada PT Agrinas Palma Nusantara, sebuah langkah yang saat itu dianggap sebagai bagian dari pembersihan mafia lahan di era Presiden Prabowo.
Namun investigasi terbaru justru membalik seluruh narasi tersebut.
Temuan Mencengangkan: Pemilik Lama Diduga Hanya Ganti Baju
Tim investigasi yang turun ke dua lokasi menemukan fakta mencolok: pihak yang memegang Kerjasama Operasional (KSO) dari Agrinas adalah PT Agro Subur Pratama, perusahaan yang menurut informasi lapangan memiliki keterkaitan langsung dengan pemilik lama PT GUP.
Dengan kata lain, penyitaan yang semestinya memutus hubungan dengan pelaku perambahan justru diduga membuka jalan bagi pemilik lama untuk kembali menguasai lahan hanya dengan nama perusahaan berbeda.
Situasi ini memunculkan kecurigaan besar bahwa penyegelan dan pengambilalihan hanya formalitas.
Pertanyaan Tajam untuk Pemerintah
Temuan ini menimbulkan sejumlah pertanyaan serius yang menuntut jawaban cepat dan transparan:
1. Apakah PT GUP sudah membayar kerugian negara?
Puluhan tahun menggarap kawasan hutan tanpa izin tentu menimbulkan kerugian besar.
Sudahkah ada penghitungan kerugian? Adakah pembayaran?
2. Mengapa disegel jika akhirnya kembali ke pemilik lama?
Jika benar lahan kembali ke orang yang sama, maka penyegelan tersebut hanya menjadi drama administrasi tanpa makna hukum.
3. Apakah Agrinas mengetahui latar belakang KSO yang diberikannya?
Jika tidak tahu, ini kelalaian fatal. Jika tahu, ini skandal.
4. Apakah ini tidak mencoreng komitmen Presiden Prabowo?
Presiden tegas menyerukan penindakan terhadap mafia lahan dan perambah kawasan hutan.
Jika lahan sitaan negara jatuh ke tangan pelaku lama, maka ini pengkhianatan terhadap amanat Presiden.
Skandal yang Menggerus Kepercayaan Publik
Hingga kini belum ada klarifikasi dari Agrinas, Satgas PKH, maupun instansi kehutanan. Namun publik menilai kasus ini dapat menjadi badai politik dan hukum, mengingat dampaknya menyentuh kredibilitas penegakan hukum agraria.
Jika benar lahan sitaan negara dialirkan kembali ke pemilik awal, maka Indonesia menghadapi fakta pahit:
Mafia lahan tidak pernah kalah mereka hanya berganti nama.***MDn