WARTA RAKYAT ONLINE- Ruang sidang Pengadilan Negeri Pekanbaru mendadak senyap, Selasa siang, 29 April 2025. Tak ada suara kecuali lantang pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun yang membuat hadirin terpaku bukan hanya isi dakwaan, melainkan nama-nama yang disebut.
Nama-nama itu adalah pejabat tinggi di lingkungan Pemerintah Kota Pekanbaru beberapa di antaranya selama ini dikenal bersih, profesional, bahkan disanjung sebagai panutan birokrasi. Tapi hari itu, mereka muncul bukan sebagai korban atau saksi, melainkan sebagai pemberi suap.
Jaksa membuka lembaran skandal: praktik setoran kepada dua pejabat kunci, eks Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa dan eks Sekda Indra Pomi Nasution, demi kelancaran pencairan anggaran dan pengesahan program. Nilainya bervariasi, dari Rp10 juta hingga Rp550 juta, dalam bentuk tunai maupun barang. Uang haram itu disebut diserahkan di berbagai lokasi: kantor, rumah dinas, bahkan toko pakaian.
“Uang tersebut diterima terdakwa Risnandar tanpa dilaporkan ke KPK dalam jangka waktu 30 hari sebagaimana diatur dalam undang-undang,” ujar JPU.
Dalam dakwaan, Risnandar disebut menerima Rp895 juta dari sejumlah pejabat, di antaranya:
Reza Pahlevi, Sekretaris DLHK, Rp50 juta (diterima lewat Kabid Yeti Yulianti)
Zuhelmi Arifin, Kadis Perindag, Rp10 juta plus barang
Alex Kurniawan, Kepala Bapenda, Rp90 juta
Yuliarso, Kadis Perhubungan, Rp45 juta
Sementara Indra Pomi menerima Rp1,225 miliar, dari antara lain:
Mardiansyah, Kadis Perumahan Rakyat dan Permukiman, Rp50 juta
Yuliarnis, Kepala BPKAD, Rp120 juta
Hariyadi Rusadi Natar, pejabat struktural, Rp550 juta
Zulfahmi Adrian, Kasatpol PP (jumlah tak disebut)
Menurut JPU, modusnya seragam: pemberian uang sebagai "pelicin" agar program dinas berjalan, anggaran cepat cair, dan posisi jabatan tetap aman. Dalam istilah populer birokrasi, ini bagian dari “tradisi setoran” yang dianggap biasa, tapi justru merusak sistem dari dalam.
Kasus ini bukan sekadar perkara dua terdakwa. Ini adalah potret bobroknya budaya birokrasi yang korup, di mana loyalitas dibayar dengan uang, dan kekuasaan dijalankan lewat transaksi diam-diam.
Pekanbaru hari ini bukan hanya menghadapi krisis moral, tapi darurat tata kelola.***mdn
#Sidang Perdana OTT Pekanbaru #Pekanbaru Darurat Korupsi