Solar Bersubsidi Dijarah, SPBU Jalan Pesantren Diduga Jadi Sarang Mafia BBM Masyarakat Desak Kapolda Riau Turun Tangan

Solar Bersubsidi Dijarah, SPBU Jalan Pesantren Diduga Jadi Sarang Mafia BBM  Masyarakat Desak Kapolda Riau Turun Tangan

WARTA RAKYAT ONLINE. COM Pekanbaru, Dugaan penyelewengan BBM subsidi jenis Solar kembali mencuat dan mengundang perhatian publik. SPBU 13.282.621 yang terletak di Jalan Pesantren, Kecamatan Kulim, Kota Pekanbaru, kembali disorot setelah diduga menjadi ladang bisnis gelap bagi para mafia solar. Ironisnya, SPBU tersebut sebelumnya sempat tersandung sanksi dari Pertamina dan atau BPH Migas, namun kini disebut-sebut kembali berulah dengan modus serupa.

Beredar kabar bahwa aktivitas ilegal tersebut dimotori oleh manajer SPBU berinisial A, yang dikenal luas dengan panggilan Agus. Warga sekitar pun membenarkan bahwa SPBU tersebut sempat tidak menerima pasokan solar, diduga karena sanksi akibat laporan dari LSM dan kalangan pers.

“Kemarin sempat gak ada solar, katanya kosong. Ada yang bilang kena skors karena laporan dari LSM dan wartawan. Tapi sekarang sudah aktif lagi, solar masuk terus,” ungkap seorang warga yang enggan disebut namanya, Kamis (17/4).

Temuan tim media di lapangan memperlihatkan bahwa aktivitas ini berlangsung secara terang-terangan. Puluhan kendaraan, termasuk jenis Isuzu Panther, Toyota Innova, Pajero, Fortuner, hingga dump truck tanpa plat nomor, tampak mengantre di pompa solar. Beberapa kendaraan diduga merupakan milik para pelangsir yang melakukan pengisian berulang dengan volume standar demi menghindari kecurigaan.

“Itu-itu aja mobilnya. Mereka isi solar berkali-kali. Modusnya begitu, seolah-olah normal, padahal sebenarnya dilangsir ke tangki lain,” kata Ade, warga sekitar.

Lebih mencurigakan lagi, SPBU ini berlokasi di area yang relatif sepi dan tidak terlalu ramai kendaraan. Namun solar subsidi di sana sering cepat habis dan antrean mengular. “Aneh kan? SPBU kecil di jalan sepi, tapi solar bisa habis cepat tiap hari. Kendaraan yang antre juga itu-itu aja,” lanjut Ade.

Informasi yang dirangkum dari berbagai sumber menyebutkan, Agus diduga menjual solar subsidi kepada pelangsir dengan harga Rp7.200 hingga Rp7.500 per liter—lebih tinggi dari harga resmi Rp6.800. Dari praktik tersebut, ia diperkirakan meraup keuntungan Rp400–Rp700 per liter. Jika dilangsir dalam jumlah besar, keuntungan yang didapat bisa mencapai puluhan juta rupiah setiap bulannya.

“Kalau mereka jual sampai 2 ton lebih ke mafia seperti Hafis, bisa dihitung sendiri berapa keuntungannya. Ini bukan skala kecil lagi,” ujar sumber yang meminta identitasnya disembunyikan.

Masyarakat menilai praktik ini sebagai bentuk kejahatan terorganisir yang merugikan negara dan publik. Tak hanya menghilangkan hak masyarakat atas BBM subsidi, namun juga membuka celah bagi terjadinya kelangkaan dan inflasi lokal.

Desakan agar Kapolda Riau segera turun tangan pun semakin menggema. Warga berharap ada penyelidikan serius, bukan sekadar teguran administratif. “Kalau benar terbukti, harusnya izin SPBU itu dicabut. Ini merugikan banyak orang dan negara,” tambah warga lainnya.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak SPBU, Pertamina, maupun BPH Migas belum memberikan keterangan resmi. Namun keresahan di tengah masyarakat terus meningkat, terutama bagi mereka yang setiap hari bergantung pada solar subsidi untuk kebutuhan produktif seperti nelayan, petani, dan sopir angkutan barang.

Kini, harapan masyarakat tertuju pada aparat penegak hukum, khususnya Kepolisian Daerah Riau. Jika tak ada tindakan tegas, bukan tak mungkin praktik mafia BBM ini akan terus menjamur dan mencederai keadilan sosial.***mdn

#Mafia Solar #skandal SPBU