Kedaulatan Tak Boleh Ditebus dengan Sawit dan Tambang Ilegal

Kedaulatan Tak Boleh Ditebus dengan Sawit dan Tambang Ilegal

EDITORIAL

Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto saat ini tengah melakukan kunjungan kenegaraan ke Singapura, sebuah negara kecil dengan pengaruh besar dalam lanskap investasi Indonesia. Namun, kunjungan ini tidak hanya tentang diplomasi dan persahabatan. Ia datang di tengah momentum penting: penertiban besar-besaran sektor sumber daya alam (SDA) ilegal, mulai dari perkebunan sawit tanpa izin hingga pertambangan minerba tak berizin.

Spekulasi muncul, apakah agenda tersembunyi dari kunjungan ini adalah untuk meredam ketegangan akibat langkah tegas Indonesia terhadap pengusaha asing yang selama ini “bermain” di lahan-lahan yang seharusnya dilindungi negara?

Banyak Kepentingan Singapura dan Malaysia

Data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan bahwa Singapura merupakan negara investor terbesar di Indonesia selama lima tahun terakhir. Tahun 2023 saja, nilai investasi mereka mencapai USD 13,8 miliar. Sementara Malaysia menempatkan diri sebagai salah satu pemilik kepentingan terbesar di sektor kelapa sawit—dengan lebih dari 300 perusahaan yang aktif di berbagai wilayah Indonesia, termasuk di Sumatera dan Kalimantan.

Namun, perlu digarisbawahi: tidak sedikit dari aktivitas tersebut berlangsung di lahan yang belum bersertifikat resmi, belum memiliki Hak Guna Usaha (HGU), bahkan berada di dalam kawasan hutan negara yang belum dilepaskan statusnya. Artinya: ilegal.

Pemerintah Harus Konsisten Menjaga Kedaulatan

Penertiban sektor sawit dan tambang ilegal yang kini dilakukan pemerintah adalah wujud nyata dari amanat konstitusi. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa, "Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat." Bila pelaku asing masuk melalui celah investasi yang koruptif, atau bekerja sama dengan elit lokal untuk menguasai tanah rakyat, maka negara tidak boleh diam.

Peraturan perundangan sudah sangat jelas. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, misalnya, memberikan sanksi pidana terhadap kegiatan yang memanfaatkan kawasan hutan tanpa izin. Demikian juga Undang-Undang Minerba (UU No. 3 Tahun 2020) yang mengatur bahwa aktivitas pertambangan tanpa izin resmi dapat dikenakan pidana berat.

Dan kini, ketika penertiban dilakukan, muncul “kegelisahan” dari pihak-pihak yang merasa terganggu. Termasuk dari pengusaha Singapura dan Malaysia yang selama ini mendapatkan manfaat besar dari SDA Indonesia—kadang bahkan lebih besar dibanding rakyat Indonesia sendiri.

Diplomasi Tidak Boleh Mengorbankan Hukum

Redaksi Warta Rakyat Online mendukung penuh langkah Presiden Prabowo dan jajarannya dalam menertibkan sektor SDA dari praktik ilegal dan manipulatif. Namun kami juga mengingatkan: diplomasi bilateral tidak boleh melunakkan penegakan hukum nasional.

Pertemuan dengan Presiden Singapura Tharman Shanmugaratnam dan PM Lawrence Wong tentu penting untuk mempererat kerja sama. Namun, jika dalam pertemuan itu muncul tekanan agar Indonesia "melunak" terhadap pengusaha-pengusaha yang selama ini melanggar hukum, maka pemerintah wajib menolaknya. Penegakan hukum adalah soal kedaulatan, bukan tawar-menawar.

Penutup: Negara Harus Tegas, Rakyat Harus Tahu

Rakyat Indonesia selama puluhan tahun telah menyaksikan betapa lemahnya pengawasan negara terhadap SDA. Banyak kekayaan alam mengalir ke luar negeri, sementara masyarakat di sekitar tambang dan kebun sawit justru hidup dalam kemiskinan.

Kali ini, momentum perbaikan harus dimanfaatkan. Jangan biarkan kepentingan ekonomi asing kembali menguasai narasi pembangunan Indonesia. Kunjungan kenegaraan Prabowo ke Singapura harus menjadi simbol kedaulatan, bukan simbol kompromi terhadap kepentingan asing.

Warta Rakyat Online akan terus mengawal isu ini dengan tajam, agar Indonesia tidak lagi menjadi ladang jarahan yang legal atas nama investasi.

Tertanda,

Redaksi Warta Rakyat Online

Suara dari Daerah, Tegas untuk Keadilan

#Presiden Indonesia #Prabowo kesingapura