WARTA RAKYAT ONLINE- Jakarta, 9 Juli 2025 – Pemerintah akhirnya mengambil langkah tegas terhadap praktik-praktik penguasaan lahan secara ilegal di kawasan konservasi. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengumumkan bahwa hampir 400 Sertifikat Hak Milik (SHM) yang berada di dalam kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Riau, telah resmi dicabut.
Langkah ini diambil setelah dilakukan proses verifikasi dan evaluasi menyeluruh, yang menunjukkan bahwa ratusan sertifikat tersebut tumpang tindih langsung dengan kawasan hutan lindung.
“Yang SHM sebagian sudah kita batalkan, terutama yang memang murni tumpang tindih dengan kawasan hutan,” ujar Nusron saat ditemui di Gedung Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, Rabu (9/7/2025).
Lebih lanjut, Nusron menjelaskan bahwa total terdapat 1.758 sertifikat yang saat ini sedang dalam proses pemeriksaan, baik dari segi legalitas maupun keterkaitannya dengan pihak-pihak yang terindikasi melakukan penguasaan lahan secara melawan hukum.
Tesso Nilo, Surga yang Dirampas
Taman Nasional Tesso Nilo merupakan kawasan konservasi penting di Riau yang menjadi habitat satwa langka seperti gajah Sumatera dan harimau Sumatera. Namun dalam dua dekade terakhir, kawasan ini terus mengalami tekanan akibat alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit ilegal.
Penerbitan sertifikat di kawasan TNTN menjadi bagian dari skema yang kerap disebut aktivis lingkungan sebagai "mafia tanah berbaju legal", karena seringkali melibatkan oknum di level daerah maupun pusat.
Penegakan Hukum Terus Berjalan
Pernyataan Nusron Wahid ini muncul bersamaan dengan langkah koordinatif antara ATR/BPN dan Kejaksaan Agung dalam rangka mempercepat penegakan hukum terhadap praktik pertanahan ilegal di kawasan strategis nasional.
Pemerintah menegaskan tidak akan ragu untuk mencabut seluruh sertifikat yang tidak sah, sekalipun dimiliki oleh pihak-pihak yang berpengaruh.
Menuju Reforma Agraria Berbasis Keadilan
Pencabutan SHM ini menjadi sinyal kuat bahwa negara sedang merestorasi fungsi hutan dan memperbaiki tata kelola pertanahan nasional, terutama di daerah-daerah rawan konflik agraria seperti Riau.
Namun, publik menantikan langkah lebih jauh: pengungkapan siapa saja penerima manfaat dari sertifikat-sertifikat ilegal tersebut dan bagaimana proses penerbitannya bisa terjadi dalam kawasan yang seharusnya dilindungi.**mdn
#Kawasan TNTN #Kawasan Tesonilo