Jakarta, 14 Februari 2025 – Dugaan penggelapan hasil panen sawit di Koperasi Nenek Eno Senama Nenek (KNES) mencuat setelah masyarakat mengungkap ketimpangan besar dalam pembagian keuntungan. Ketua Elang 3 Hambalang, Pebriyan Winaldi, langsung mendatangi ruang Kapolri untuk meminta tindakan tegas terhadap Ketua Koperasi KNES, Haji Alwi, yang diduga sebagai dalang di balik penyelewengan ini. Berdasarkan perkiraan warga, total nilai sawit yang diselewengkan sejak lahan dikelola koperasi bisa mencapai Rp1 triliun.
Perjuangan masyarakat adat Senama Nenek dalam memperoleh kembali hak atas lahan mereka bukanlah hal yang mudah. Setelah bertahun-tahun bersengketa dengan PTPN V, akhirnya pada Desember 2019, pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang mengembalikan lahan seluas 2.800 hektar kepada masyarakat. Lahan ini kemudian dikelola oleh Koperasi KNES dengan harapan menjadi sumber kesejahteraan bagi warga. Namun, harapan itu sirna setelah pengelolaan koperasi diambil alih oleh segelintir pihak yang diduga hanya menguntungkan diri sendiri.
Sejak koperasi beroperasi, anggota yang seharusnya mendapatkan bagian hasil sawit justru hanya menerima beberapa ratus ribu rupiah per bulan, jumlah yang jauh dari potensi sebenarnya. Berdasarkan harga tandan buah segar (TBS) sawit yang rata-rata Rp2.000 per kilogram, serta estimasi produksi dari ribuan hektar lahan, keuntungan koperasi seharusnya mencapai miliaran rupiah per bulan. Namun, dana tersebut diduga tidak sampai ke tangan anggota, melainkan dialihkan ke kelompok mafia yang mengontrol koperasi.
Dugaan penggelapan ini tidak hanya melibatkan Haji Alwi, tetapi juga beberapa pihak lainnya, termasuk Kepala Desa Abdul Rachman Chan serta seorang makelar kasus berinisial MA. Mereka diduga bekerja sama untuk memastikan agar penyimpangan ini tidak terungkap, dengan cara melobi aparat penegak hukum agar kasus ini tidak ditindaklanjuti. Warga juga mengungkap adanya indikasi bahwa hasil panen sawit masih terus dijual ke pabrik kelapa sawit (PKS) tertentu tanpa laporan transparan kepada anggota koperasi.
Kasus ini berpotensi melanggar berbagai aturan hukum, termasuk Pasal 374 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan, yang dapat dikenakan hukuman hingga lima tahun penjara. Selain itu, Pasal 385 KUHP tentang penguasaan tanah tanpa hak juga dapat diterapkan jika terbukti ada manipulasi dalam pengelolaan lahan koperasi. Bahkan, jika ditemukan adanya aliran dana yang disamarkan, maka kasus ini bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Pebriyan Winaldi mendesak Kapolri untuk segera turun tangan agar mafia sawit yang merugikan rakyat ini bisa ditindak dengan tegas. "Ini bukan sekadar masalah koperasi biasa, ini sudah menyangkut hak masyarakat adat yang direbut kembali dengan susah payah. Jika ada oknum yang mempermainkan ini demi keuntungan pribadi, mereka harus ditindak secepatnya," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa jika aparat tidak segera bertindak, masyarakat tidak akan tinggal diam. "Warga sudah cukup bersabar. Tapi kalau hukum tidak berjalan, kami siap melakukan aksi besar-besaran untuk menuntut keadilan. Jangan sampai perjuangan rakyat ini sia-sia hanya karena segelintir mafia yang dilindungi oknum," tegasnya.
Sebagai solusi, Pebriyan juga mendorong audit independen terhadap Koperasi KNES agar seluruh keuangan dan hasil produksi sawit bisa ditelusuri secara transparan. "Jangan ada lagi permainan di belakang layar. Jika koperasi tidak bisa dikelola dengan baik, maka harus ada evaluasi total agar masyarakat mendapatkan haknya secara adil," tambahnya.
Masyarakat berharap aparat penegak hukum segera bertindak sebelum masalah ini semakin membesar. Jika tidak ada tindakan konkret dalam waktu dekat, warga siap turun ke jalan untuk menuntut keadilan atas hak mereka yang telah dirampas. (mdn)
#Mafia Sawit